
“Membangun kampung bukan soal siapa yang kuat, tapi siapa yang mau terus bergerak bersama.” Kalimat itu mulai hidup di Kampung Warak Kidul, sebuah wilayah yang kini perlahan menata diri lewat semangat warganya. Dimulai dari orang-orang sederhana namun penuh daya: Pak Bambang Haryanto yang setia merawat kebun di pekarangan rumahnya, Pak Suparyanto yang telaten membagi ilmunya tentang teknik AC dan elektronika ke anak-anak muda, hingga Pak Suradi yang aktif menggerakkan kelompok Warak Gumilang sebagai wadah ekonomi kreatif warga. Mereka bukan pejabat, tapi pemantik perubahan nyata di tengah masyarakat.
Pak Joko Ribranto, yang sudah lebih dari delapan tahun mengemban amanah sebagai Ketua RT, membuka warung rames kecil yang kini menjadi tempat ngopi, diskusi, dan rembukan warga. Di sisi lain, Pak Agus Purnomo Hadi terus setia mengabdi di bidang pendidikan, mendampingi generasi muda belajar dan bermimpi lebih tinggi. Pak Ismudi berperan besar dalam pembangunan fisik RT, mulai dari jalan, talud, hingga lampu penerangan. Sementara Pak Warsito, dengan usaha persewaan tenda dan sound system-nya, kerap membantu acara-acara warga secara gotong royong lewat gerakan Bolo Tetulung. Dan Pak Surono, sebagai tokoh struktural di tingkat RW dan divisi pembangunan pedukuhan, terus menjembatani aspirasi warga ke level pemerintahan.
Tak kalah penting, dua anak muda Bayu dan Dwi Jatmoko menjadi motor semangat baru. Bayu terus belajar dari para sesepuh tentang sejarah dan nilai-nilai kampung, sementara Dwi Jatmoko kini dipercaya sebagai anggota Badan Permusyawaratan Kalurahan (BPKal) Sumberadi, membawa suara Warak Kidul ke ruang musyawarah yang lebih luas. Mereka percaya, perubahan tidak selalu harus lewat proyek besar. Kadang, cukup dengan mendengarkan, mencatat, lalu menggerakkan teman-teman sebaya agar cinta pada kampung sendiri. Pendampingan dari DPR dan kolaborasi antarwarga membuka ruang baru: pelatihan pertanian, perbengkelan, UMKM, literasi digital, hingga kegiatan kepemudaan. “Kalau satu orang saja bisa mengubah kebiasaan buruk, maka satu kampung bisa mengubah masa depannya, asal mau bersatu,” kata Pak Suparyanto dalam diskusi kecil di pos ronda malam minggu.
Kini, Warak Kidul bukan sekadar kampung di peta. Ia tumbuh menjadi kampung yang sadar arah, tahu potensi, dan perlahan mandiri. Di dinding tembok pagar warga, tertulis kata bijak sederhana:
“Kampung ini tidak dibangun untuk dikenang, tapi untuk diteruskan oleh yang muda dengan semangat yang lebih menyala.”
Dan di situlah, harapan akan masa depan Warak Kidul terus dijaga, dari akar rumput oleh tangan-tangan yang mau berbuat, meski tanpa pamrih. (Bayu)